Senin, 19 Desember 2011

KERJA SAMA DALAM MENDIDIK ANAK



PENTINGNYA PENDIDIKAN USIA DINI

Meskipun pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun yang baru dimulai pada usia SD (6 tahun), sebenarnya masa-masa sebelum itu (usia baru lahir hingga 6 tahun) merupakan masa emas dalam pertumbuhan anak. Perkembangan otak mereka bahkan dikatakan dapat mencapai 80% pada masa ini. Karena itu, pentingnya pendidikan anak usia dini perlu Bunda sadari agar Bunda dapat memanfaatkan masa emas dalam pertumbuhan si kecil.
Pendidikan anak usia dini terutama menekankan pada kemampuan anak untuk membangun hubungan emosional yang terdiri atas tiga pilar utama. Hubungan dengan sesama (interpersonal), hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), serta hubungan dengan Tuhan (transendental). Segitiga tersebut akan membentuk karakter anak yang tercermin dari cara ia berperilaku dan berpikir hingga dewasa kelak.
Selain itu, pendidikan anak usia dini juga meliputi tahap perkembangan fisik, yaitu pelatihan koordinasi motorik kasar maupun halus; serta pengasahan kecerdasan, seperti daya pikir dan kreativitas. Dengan pendidikan usia dini, anak-anak juga akan belajar mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.
Begitu pentingnya pendidikan anak usia dini, kini semakin banyak negara di berbagai belahan dunia yang menerapkannya demi melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, bukan berarti Bunda harus mendaftarkan si kecil di sekolah yang mahal. Pendidikan dini juga bisa Bunda terapkan di rumah, asalkan Bunda memiliki waktu yang cukup dan giat mencari berbagai alternatif cara untuk menerapkan pendidikan dini bagi sang buah hati.
Langkah terpenting dalam membimbing si kecil adalah dengan mengenali potensinya terlebih dulu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Howard Gardner, setiap anak memiliki banyak bentuk kecerdasan dengan porsi yang berbeda-beda. Kecerdasan ini terdiri atas delapan jenis utama, yaitu musik, kinestetik, matematik, linguistik, spasial, natural, interpersonal, dan intrapersonal. Setelah Bunda mengenali bidang mana yang sekiranya paling dikuasai anak, Bunda pun akan bisa membantu mengoptimalkannya.


Minggu, 18 Desember 2011

LINGKUNGAN YANG BERMUTU

Abstract
In the Islamic school process, environment-role is affecting to the education accomplishment, either in Islamic school or not. Education field out of Islamic school such as; home-schooling and society-schooling. If these could work each other propitiously, so the result would be filled the bill by government, people, and religion. Otherwise, if Islamic education is only focused on classroom-teaching and paying no regard to society education. Thus, very hard to attain intended outcome. Furthermore, if Islamic education does not care about family setting so will occur teaching learning process-failure especially Islamic religion subject. Therefore, in the carrying out of education in Islamic school, the importance of environment setting in education needs serious consideration to figure ideal human by government, people, and religion. In order that Islamic education is not gone over.
Keyword: Enviroment, Islamic-Education


  1. A. Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari lingkungan. Lingkungan dapat berpengaruh positif kepada manusia atau sebaliknya mambawa pengaruh negatif pada pribadi manusia. Seorang ahli psikologi dari Amerika yang bernama Sartain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan (enviroment) adalah: “semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau (life processes) manusia kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (to porovide enviroment) bagi gen yang lain”(Purwanto:1996:28). Pengertian lingkungan ini menunjukkan bahwa di dalam lingkungan terdapat sejumlah faktor-faktor lain yang secara potensial sanggup mempengaruhi manusia, akan tetapi lingkungan yang aktual hanyalah faktor-faktor dalam dunia sekeliling yang benar-benar mempengaruhi manusia.
Menurut Sartain lingkungan itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya:  (1). Lingkungan alam atau luar (external enviroment), (2). Lingkungan dalam (internal enviroment) 3. Lingkungan sosial atau masyarakat (social enviroment)(Purwanto: 1996:28).
Lingkungan alam atau luar ialah sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan dan sebagainya. Sedangkan lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar atau alam akan tetapi makanan yang sudah di dalam perut, kita katakan berada antara eksternal dan internal environment, karena makanan yang sudah dalam perut itu sudah atau sedang dalam pencernaan dan peresapan dalam pembuluh-pembuluh darah. Makanan dan air yang telah berada di dalam pembuluh-pembuluh darah atau di dalam cairan limpa mereka mempengaruhi tiap-tiap sel di dalam tubuh, dan benar-benar termasuk ke dalam internal lingkungan dalam. Jadi sangat sukar menurutnya untuk menarik batas yang tegas antara “diri kita sendiri” dengan” lingkungan kita” (Purwanto: 1996:29).
Adapun yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang dapat mempengaruhi manusia lain. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga, teman-teman, kawan sekolah, sepekerjaan, dan lain sebagainya. Pengaruh yang tidak langsung yaitu: melalui radio, TV majalah, buku-buku surat kabar dan lain sebagainya (Dalyono, 2001:133).
Berbagai pembahasan mengenai pengaruh lingkungan terhadap proses pendidikan manusia maka pembahsan ini akan difokuskan pada lingkungan sosial yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam kaitannya dengan pendidikan Islam atau pendidikan anak muslim baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
  1. B. Pendidikan di Keluarga
Pada umumnya jalur pendidikan melalui keluarga menempatkan Ibu dan Bapak sebagai pendidik kodrati. Di samping itu, di dalam keluarga terkadang juga ikut serta kakek dan nenek, paman dan bibi, bahkan kakak sebagai orang dewasa yang langsung atau tidak langsung menjalankan peranan juga sebagai pendidik. Di antara keluarga itu terdapat pertalian darah, yang membuat hubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan yang erat dan didasari rasa kasih sayang serta perasaan tulus ikhlas itu, merupakan salah satu faktor utama bagi para pendidik dalam membimbing anak-anak yang belum dewasa di lingkungan keluarga masing-masing.
Hubungan keluarga dengan pertalian darah yang menimbulkan pendidikan yang didasari oleh rasa kasih sayang serta perasaan tulus ihlas itu menciptakan suasana yang sangat kondusif untuk mencetak generasi yang diharapkan. Sehingga dalam agama Islam pendidikan keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama yang sangat menunjang keberhasilan pendidikan yang ada di madrasah. Dengan demikian tugas pokok pendidikan keluarga di lingkungan umat Islam diantaranya adalah:
  1. 1.           Membantu anak-anak memahami posisi dan perannya masing-masing sesuai dengan kelaminnya, agar mampu saling menghormati dan saling tolong menolong dalam melaksanakan perbuatan baik dan di ridhoi oleh Allah Swt.
  2. 2.         Membantu anak-anak mengenal dan memahami nilai-nilai/norma-norma yang mengatur kehidupan berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat serta mampu melaksanakannya untuk memperoleh ridho Allah Swt.
  3. 3.         Mendorong anak-anak mencari Ilmu dunia dan ilmu agama, agar mampu merealisasikan dirinya (self relization) sebagai satu dari individu dan sebagai anggota masyarakat yang beriman.
  4. 4.         Membantu anak-anak memasuki kehidupan masyarakat dengan setahap demi setahap melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua dan orang dewasa lainnya, serta mampu bertanggung jawab sendiri atas sikap dan prilakunya terutama kepada Allah Swt.
  5. 5.           Membantu dan memberi kesempatan serta mendorang anak-anak mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, di dalam keluarga dan di masyarakat untuk memperoleh pengalaman sendiri secara langsung dalam upaya meningkatkan iman dan menyebarluaskan syi’ar Islam, (Nawawi;1993:185-186).
Keterangan tersebut di atas, menunjukkan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga merupakan upaya membantu anak menjadi orang dewasa yang beriman. Upaya ini dilakukan secara bertahap dalam kadar atau kualitas sesuai dengan tahapan perkembangan anak-anak. Juga setahap demi setahap sesuai dengan masa perkembangan anak-anak dari yang sederhana secara berangsur-angsur memasuki pada permasalahan yang komplek. Orang tua dan orang dewasa lainnya perlu membantu anak-anak dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam untuk menjadi orang dewasa yang beriman.
Di antara usaha yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam mendidik anak agar menjadi orang dewasa yang beriman, diantaranya adalah:
  1. Mendatangkan guru (ustadz) atau bersama-sama anak-anak lain di rumah seorang ustadz untuk belajar membaca Al-Qur’an yang harus diupayakan berlangsung efektif.
  2. Menciptaklan suasana keagamaan dalam kehidupan keluarga sehari-hari, agar anak anak merasakan nikmatnya kehidupan beriman yang akan diwujudkannya kelak.
  3. Mendorong anak-anak bergaul dengan sesama muslim dan menghindari persahabatan yang terlalu intim dengan orang kafir. Untuk mendapatkan teman-teman bergaul yang beriman, orang tua dan orang dewasa lainnya di lingkungan keluarga, perlu sesering mungkin mengajak dan menyuruh anak-anak beribadah di musholla atau di masjid. (Nawawi;1993:188-192).
Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih; ia akan menerima pengaruh dari luar lewat indera yang dimilikinya. Pengaruh yang dimaksudkan tersebut berhubungan dengan proses perkembangan intelektual, perhatian, konsentrasi, kewaspadaan, pertumbuhan aspek kognitif, dan juga perkembangan sosial. Akan tetapi, perkembangan aspek-aspek tersebut sangat dipangaruhi oleh lingkungan  anak tersebut. Di lingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak (Viantoni; 2008:1).
Usaha keluarga dalam mendidik anak memerlukan nasehat, nasehat yang ,lembut, halus,  tetapi membekas yang membuat anak menjadi baik dan tetap berahlak mulia. Dalam pendidikan, nasehat saja tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan teladan yang memungkinkan teladan itu diikuti dan diteladani. Bila tersedia suatu teladan yang baik maka nasehat akan sangat berpengaruh dalam jiwa dan akan menjadi suatu yang sangat besar dalam pendidikan rohani. Suri tauladan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang paling baik. Seorang anak harus memperoleh tauladan dari keluarga terutama orang tuanya agar ia semenjak kecil sudah menerima norma-norma Islam. Karena keluarga adalah pendidik yang menanamkan benih-benih pertama di dalam diri anak dan tingkah laku sehari-hari sangat mempengaruhi perasaan dan tingkah laku anak. Oleh karena itu, lingkungan suatu keluarga harus diciptakan dengan baik, sehingga akan tercipta suatu pembiasaan baik pula, yang akan menciptakan generasi yang merealisasikan norma-norma Islam. (Harun; 1993:334)
Keluarga juga merupakan sruktur terkecil dari masyarakat, yaitu suatu jama’ah yang berdasarkan hubungan darah. Walaupun keluarga terdiri dari individu-individu tetapi merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar. Dalam hal ini berarti untuk memenuhi proses-proses sosial secara umum harus mengerti tingkah laku keluarga. Jika tingkah laku keluarga dikenal baik maka dapat di asumsikan semua anggota keluarganya juga baik, dan sebaliknya jika keluarga itu rusak (kepala keluarga) maka dapat di asumsikan bahwa anggota keluarga yang lain juga rusak sebab kurangnya perhatian dalam segala aspek. Jadi dalam kehidupan manusia, tingkah laku atau kepribadian merupakan hal yang sangat penting sekali, sebab aspek ini akan menentukan sikap identitas diri seseorang. Baik dan buruknya seseorang itu akan terlihat dari tingkah laku atau kepribadian yang dimilikinya. Oleh karena itu, perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian ini sangat tergantung kepada baik atau tidaknya proses pendidikan yang di tempuh, baik dalam lingkungan sekolah, masyarakat apalagi dalam pendidikan keluarga (Viantoni; 2008:1).
Situasi keluarga cendrung pada kestabilan keluarga yang meliputi jumlah anak dalam keluarga, urutan anak dalam keluarga, sering pindah tempat tinggal, apakah pekerjaan ayahnya, tingkat pendidikan orang tua dan lain sebagainya yang banyak mempengaruhi tingkah laku anak khususnya dalam hal belajar. Keberhasilan anak belajar di kelas tergantung pada bagaimana situasi keluarga itu membantu proses belajarnya. Jika proses pembelajaran di madrasah tidak di bimbing dan di arahkan dalam lingkungan keluarga dengan baik, maka yang terjadi adalah proses pendidikan yang bertepuk sebelah tangan. Seperti di sekolah diajarkan oleh guru mata pelajaran fiqih bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, dan hal ini sudah dicontohkan oleh guru dan semua yang ada di madrasah dengan baik akan tetapi ketika anak pulang dari madrasah masuk dalam lingkungan keluarga bertemu dengan ibu, nenek, kakak akan tetapi mereka tidak memberi tauladan yang baik ketika keluar rumah (tidak pernah berjilbab) maka proses pendidikan di madrasah hanya sebatas pengetahuan saja dan tidak membekas terhadap pribadi seorang anak, sehingga proses pendidikan belum berhasil. Oleh karena itu, kerjasama antara pihak madrasah dan keluarga sangatlah penting dalam rangka membentuk generasi yang berkualitas serta beriman dan bertaqwa kepada Allah swt
  1. C. Pendidikan di Madrasah
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) mulai dahulu sudah di jelaskan yaitu; No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 bahwa jalur pendidikan  sekolah/madrasah adalah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah/madrasah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (UU RI No.2 Th 1989;1992:5).
Diselenggarakannya madrasah/sekolah disebabkan oleh perkembangan dan kemajuan masyarakat yang pesat, sehingga menimbulkan spesialisasi yang meluas. Kondisi masyarakat tersebut menuntut anak-anak untuk mempersiapkan diri secara baik, agar dapat memasuki kehidupan masyarakat dengan berbagai spesialisasi lapangan kerja, yang memerlukan pengetahuan, ketarampilan dan keahlian kerja yang paling sederhana sampai yang bersifat profesional.
Dalam keadaan seperti itu, ternyata ayah dan ibu atau keluarga tidak mampu lagi memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kemajuan masyarakat. Orang tua atau keluarga memerlukan bantuan orang lain dalam upaya mendidik anak-anak, dengan cara bersama-sama menitipkan pada lembaga pendidikan. Kegiatan menyelengarakan lembaga itu adalah salah satu usaha manusia dalam upaya saling tolong menolong dalam kebaikan. Kegiatan pendidikan di lembaga tersebut diselengarakan secara teratur sehingga disebut lembaga pendidikan formal. Dengan kata lain madrasah merupakan lembaga pendidikan formal, karena kegiatannya diselengarakan secara sengaja, berencana, dan sistematis, dalam rangka membantu anak-anak mengembangkan potensinya, agar mampu menjalankan tugasnya sebagai kholifah dimuka bumi. Penyelenggaraan madrasah juga secara berjenjang, dimaksudkan untuk membantu anak-anak mewujudkan kedewasaannya masing-masing secara bertahap.
Keberhasilan suatu jenjang pendidikan formal, akan menjadi dukungan bagi keberhasilan jenjang berikutnya. sehingga secara keseluruhan mampu mewujudkan orang dewasa yang memiliki kepribadian seutuhnya. Dengan  demikian fungsi madrasah/sekolah sebagai lembaga formal diantaranya adalah:
  1. Membantu mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, budi pekerti yang luhur, ketrampilan dan keahlian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nafkah hidupnya masing-masing.
  2. Membantu mempersiapkan anak-anak agar manjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang memecahkan masalahnya sebagai individu dan mungkin pula masalah bersama atau masalah masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian berarti sekolah harus mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan kemampuan berfikir anak.
  3. Sekolah berfungsi juga dalam meletakkan dasar-dasar hubungan sosial yang haronis dan manusiawi, agar anak mampu mewujudkan realisasi dirinya (self Realization) secara bersama-sama di dalam masyarakat yang dilindungi Allah Swt.
  4. Membantu anak-anak menjadi mukmin, muslim, dan muttaqin sesuai dengan tingkat perkembangan dan potensinya masing-masing.(Nawawi; 1993:195)
Salah satu fungsi pendidikan adalah memanusiakan manusia dalam rangka mewujudkan budayanya. Manusia diciptakan dalam keadaan fitrah (Al-Qur’an). Fitrah dalam Al-Qur’an pada dasarnya memiliki arti potensi yaitu kesiapan manusia untuk menerima kondisi di sekelilingnya dan mampu menghadapi tantangan serta mempertahankan untuk “survive” dengan tetap berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-sunnah. Upaya untuk melestarikan potensi manusia adalah menciptakan kebudayaan yang sesuai dengan kondisi sekarang dan masa mendatang. Pendidikan memiliki fungsi strategis dalam menjadikan manusia yang mampu mengembangkan potensinya. Istilah potensi yang kemudian seringkali dikemas dengan istilah sumberdaya manusia yang dijadikan dalam tema-tema pembangunan sekarang adalah muncul karena peranan lembaga-lembaga yang termasuk belum sepenuhnya mampu membangun potensi manusia sebagai subyek pembangunan (Isomuddin; 1996:11).
Nilai-nilai pendidikan yang diberikan kepada anak di madrasah diantaranya yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian yang mulia serta fikiran yang cerdas sehingga nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat sesuai dengan tuntutan dan tata laku masyarakat yang berlaku dan seiring dengan tujuan pendidikan.
Madrasah tiada lain merupakan gambaran makro bagi rumah tangga, karena disana anak mendapatkan kawan bergaul dan mendapatkan guru selaku orang tua yang memberi motivasi dan tuntunan, bersikap lemah lembut dan kasih sayang. Guru selalu menasehati setiap saat tentang apa yang memberikan manfaat dan yang mendantangkan mudharot, mengarahkan anak-anak ke jalan yang lurus (baik), menjelaskan apa yang terasa sulit dan menjawab segala permasalahan yang diajukan oleh anak-anak. Di samping itu guru sebagai pembimbing dan penasehat apabila anak bersalah, memberi peringatan dan mendorong anak lebih maju, berusaha dan bekerja dengan ulet untuk menunaikan kewajiban, sabar dan percaya pada diri sendiri serta bersikap amanah dan ikhlas. Itulah sebabnya madrasah  itu bisa dikatakan sebagai pengganti orang tua (Djumransyah; 1991:81).
Tugas dan tanggung jawab madrasah yang dikendalikan oleh kepala madrasah dan guru bukanlah hanya mendidik kemampuan membaca, menulis, berhitung dan sebagainya tetapi lebih dari pada itu, yakni menanamkan sikap individu dan nilai-nilai pendidikan lainnya yang sesuai dengan tuntutan agama dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan John Deway yang di kutip oleh  Syohih mengatakan bahwa “Anak didik tidak hanya disiapkan agar siap bekerja, tapi juga bisa menjalani hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik haruslah berpikir dan pikirannya itu dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari.”(Syohih; 2008:2).
Madrasah tidak akan mampu berbuat apa-apa sesuai dengan yang diharapkan oleh bangsa dan negara, kecuali telah adanya sarana dan guru yang cukup memadai yakni mempunyai kemampuan, kemauan dan bakat untuk mendidik dan mengajar sehingga terpenuhi tuntutan keluarga dan masyarakat terutama ahklak yang terpuji dalam kehidupan lingkungan keluarga dan masyarakat. Atas dasar  rasa tanggung jawab yang harus dilaksanakan seorang guru, maka guru dituntut memilki kepribadian yang dapat dijadikan contoh tauladan oleh anak-anak di madrasah. Adapun sifat-sifat kepribadian yang dituntut bagi seorang guru, terutama guru di madrasah antara lain:
  1. Zuhud (tidak mengutamakan materi) dan mengajar karena mencari keridhoan Allah Swt.
  2. Guru yang suci (jasmani dan rohani).
  3. Ikhlas dalam perbuatan atau pekerjaan.
  4. Mempunyai sifat pemaaf.
  5. Mempunyai sifat-sifat kemulyaan dan kewibawaan (pantas disegani dan dihormati).
  6. Sebagai seorang guru harus mengetahui tabiat murid.
  7. Seorang guru harus menguasai materi pelajaran serta senantiasa memperdalam pengetahuannya tentang itu, (Djumransyah; 1991:83).
Penjelasan di atas, sudah selayaknya untuk direalisasikan dalam lingkungan madrasah agar dapat mempengaruhi sikap dan cara anak-anak didik dalam menghadapi kewajiban studinya sehari-hari, sehingga mereka nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
D. Pendidikan di Masyarakat
Sebagai salah satu usaha masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan adalah adanya prilaku atau tindakan masyarakat dalam memerangi perkara-perkara yang bersifat negatif yang terjadi dalam lingkungannya. Hal ini sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. kepada manusia untuk secara bersama-sama memerangi adanya kemungkaran. sebagai mana diisyaratkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al Imron ayat 104 yang artinya: “ Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung”.
Adanya isyarat ayat di atas secara langsung memberi sinyal kepada segolongan ummat (masyarakat) untuk secara bersama-sama menghapus segala perbuatan kemungkaran yang terjadi dalan lingkungannya, baik dalam lingkungan mikro maupun makro yaitu dalam sebuah tatanan masyarakat dan negara. Seperti yang terjadi pada zaman Rosullullah saw. yang menjadikan masyarakatnya sebagai sarana membina seseorang (anak-anak).
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa seseorang telah berkata kepada Rosulullah saw. ya Rosulullah tetanggaku menyakitiku, Rosulullah saw bersabda: pulanglah lalu bawalah barang-barangmu ke jalan. Kemudian orang itupun pulang dan mengeluarkan barang-barangnya kejalan sehingga masyarakatpun mengerumuninya, seraya bertanya tanya apa perasaanmu, orang itu menjawab tetanggaku menyakitiku. Kemudian aku ceritakan kepada Rosulullah saw. sehingga akhirnya beliau menyuruhku untuk pulang dan membawa barang-barang kejalan, mendengar itu masyarakatpun berkata ya Allah laknatlah tentangga itu, ya Allah laknatlah dia. Peristiwa itu terdengar oleh tatangga yang manyakiti lalu ia pergi menemui tetanganya dan berkata pulanglah kerumahmu. Demi Allah , aku tidak akan menyakitimu . Riwayat tersebut mengisyaratkan bahwa kritik sosial yang pedas merupakan salah satu alternatif membina masyarakat Islam (An Nahlawi; 1995:178).
Selain model pendidikan masyarakat di atas masih banyak model-model tindakan yang dilakukan masyarakat dalam usaha pendidikan moral yang berada dalam lingkungannya. seperti adanya pengisolasian, pemboikotan, pemutusan hubungan kemasyarakatan yang semuanya ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berupaya meraih keridhoan Allah swt. (An Nahlawi; 1995:179).
Uraian tersebut di atas rasanya belum cukup jika hanya mengandalkan prilaku masyarakat muslim dalam membina dan mendidik anggotanya untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar syariah dan juga merasakan ketentraman masyarakat sekitar. Oleh karena itu usaha-usaha lain yang di lakukan masyarakat dalam membina anak–anak atau generasi muda untuk menjadi generasi yang berkualitas baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan.
Usaha-usaha tersebut sengaja dilakukan agar anggota masyarakat selain mendapatkan pendidikan formal yang diselengarakan oleh pemerintah juga mendapatkan pendidikan non formal yang deselenggarakan oleh masyarakat. Dijalur pendidikan non formal ini terdapat kegiatan pendidikan yang di programkan terutama kegiatan yang berupa kursus-kursus baik di bidang umum maupun dalam bidang keagamaan. Dibidang umum terlihat adanya pembinanan dalam masyarakat yang berupa kepramukaan sanggar-sanggar seni, karang taruna dan lain-lain. Sedangkan dibidang agama kegiatan kegiatan yang diselenggarakan biasanya terpusat di surau-surau atau di masjid-masjid dan lain-lain, yang semuanya diselenggarakan dalam rangka pembinaan umat. (Nawawi: 1993:204)
Penjelasan tentang pentingnya lingkungan dalam proses pendidikan anak ini menjadikan perhatian bagi beberapa pengamat pendidikan untuk lebih serius memperhatikan lingkangan pendidikan baik lingkungan pendidikan di madrasah/sekolah di keluarga maupun di masyarakat. Hal ini di lakukan dalam usaha membina anak-anak/generasi yang berkualitas serta menciptakan kondisi masyarakat yang harmonis, serta diridhoi oleh Allah swt
  1. E. Penutup
Uraian di atas menggambarkan bahwa lingkungan keluarga muslim adalah salah satu benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktifitasnya pada pembentukan keluarga sesuai dengan syari’at Islam. Karena keluarga tidak mampu memberikan pendidikan anak-anaknya sesuai dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka keluarga membutuhkan orang lain dalam upaya mendidik anak-anak diserahkan kepada pendidikan formal (madrasah) untuk dididik dalam rangka membantu anak-anak mengembangkan potensinya.
Begitu juga lingkungan masyarakat memiliki peran terhadap perkembangan anak-anak dalam mencapai kedewasaannya, khususnya menunjang pembentukan pribadinya  menjadi umat Islam yang bertaqwa. Lingkungan masyarakat yang baik akan menciptakan generasi yang baik pula dan sebaliknya lingkungan masyarakat yang buruk akan membawa dampak dan pengaruh yang buruk pada anak dalam mencapai kedewasaannya. Sehingga perhatian terhadap lingkungan pendidikan baik pendidikan di keluarga, madrasah/sekolah dan masyarakat menjadi sangat penting dalam rangka menciptakan generasi yang sesuai dengan tuntutan dan harapan bangsa negara dan agama.

Sabtu, 17 Desember 2011

LEMBAGA PENDIDKAN YANG IDEAL





Kurikulum yang baik seharusnya dirancang untuk mencapai tujuan pengembangan anak dalam berbagai aspek. Dalam Undang-undang pasal 3 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Bila kita kaji isi Undang-undang Sisdiknas di atas, maka tampak jelas bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki ciri, yaitu : (1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Berakhlak mulia; (3) Sehat; (4) Berilmu; (5) Cakap; (6) Kreatif; (7) Mandiri; (8) Demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mengembangkan seluruh aspek potensi manusia secara holistik. Kedelapan ciri yang diharapkan muncul sebagai hasil pendidikan tersebut berkaitan dengan aspek: (1) Spiritual; (2) Moral/karakter; (3) Jasmaniah/fisik; (4)Kognitif/akademik; (5)Psikomotor/keterampilan; (6) Kreativitas; (7) Kecerdasan emosi; dan (8) Kematangan sosial (Megawangi, Latifah, Dina, 2004).

Jadi jelaslah bahwa Undang-Undang Sisdiknas pasal 3 nomor 20 tahun 2003 mengamanatkan kepada para penyelenggara pendidikan dan guru untuk melaksanakan pendidikan secara holistik dengan cara mengembangkan seluruh potensi peserta didik, bukan hanya aspek kognitif atau akademik saja, tetapi membentuk manusia utuh (whole person) yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan (the person within a whole). Dengan kata lain, membangun manusia holistik adalah cita-cita pendidikan nasional kita. Masalahnya sekarang adalah apakah kurikulum sekolah anak kita selaras dengan paradigma membangun manusia holistik?

Selaras dengan konsep pendidikan manusia holistik, maka kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat mengembangkan seluruh aspek potensi anak secara holistik. Artinya, proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum tersebut harus mampu membentuk manusia utuh (whole person) yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan (the person within a whole). Oleh karena itu, kurikulum yang baik harus dapat mengembangkan potensi yang ada pada anak, yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, keativitas, spiritual, dan akademik.

Menurut Megawangi, dkk. (2004), ada beberapa hal penting yang perlu diingat dalam merancang kurikulum pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan holistik, yaitu :
§ Kurikulum harus mencakup aktivitas yang dapat mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, bahasa, estetika, dan akademik siswa, termasuk mengaplikasikan konsep kecerdasan majemuk.
§ Kurikulum harus mencakup seluruh mata pelajaran secara terintegrasi yang relevan (kontekstual), berarti bagi siswa, serta yang dapat mencelupkan siswa dalam pembelajaran yang mengasyikan.
§ Kegiatan yang dirancang dalam kurikulum harus berdasarkan pengetahuan tentang apa yang telah diketahui siswa sebelumnya, dan siswa mampu mengerjakannya (teori constructivism).
§ Kurikulum harus dapat meningkatkan pemahaman akan konsep, prosesnya, dan kemampuan melakukannya, sehingga siswa tahu manfaat konsep yang dipelajarinya dan tertarik untuk terus mempelajarinya.
§ Kurikulum harus dirancang agar siswa secara langsung berpartisipasi aktif, misalnya dengan melakukan eksperimen ilmiah, mengumpulkan, dan menganalisis data, atau melakukan peran-peran sebagai ilmuwan lainnya dalam berbagai disiplin ilmu.
§ Kompetensi yang ingin dicapai dalam kurikulum harus realistik dan sesuai dengan kemampuan siswa menurut umur dan keunikan individu.
§ Kurikulum harus dirancang untuk meningkatkan daya imajinasi siswa.
§ Kurikulum harus dirancang untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi, bekerja sama, mengembangkan kecakapan sosialnya, dan menghargai kemampuan dirinya dan kawannya.
§ Kurikulum harus mencakup kegiatan yang dapat menumbuhkan sikap toleran dan menghargai segala perbedaan budaya atau agama.
§ Kurikulum harus menumbuhkan sikap atau karakter yang menghargai segala macam profesi, kebanggaan dengan apa yang telah dikerjakannya, kemampuan bekerja dalam tim, dan sikap pantang menyerah.
§ Kurikulum harus mengintegrasikan antar mata pelajaran sehingga anak terbiasa untuk melihat segala aspek dalam konteks bagian dari keseluruhan.

PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

 Meskipun pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun yang baru dimulai pada usia SD (6 tahun), sebenarnya masa-masa sebelum itu (usia baru lahir hingga 6 tahun) merupakan masa emas dalam pertumbuhan anak. Perkembangan otak mereka bahkan dikatakan dapat mencapai 80% pada masa ini. Karena itu, pentingnya pendidikan anak usia dini perlu Bunda sadari agar Bunda dapat memanfaatkan masa emas dalam pertumbuhan si kecil.
Pendidikan anak usia dini terutama menekankan pada kemampuan anak untuk membangun hubungan emosional yang terdiri atas tiga pilar utama. Hubungan dengan sesama (interpersonal), hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), serta hubungan dengan Tuhan (transendental). Segitiga tersebut akan membentuk karakter anak yang tercermin dari cara ia berperilaku dan berpikir hingga dewasa kelak.

merupakan amanah yang diberikan oleh Allah kepada orang tua. Setiap orang  tua memiliki kewajiban yang meliputi merawat, mengasuh, membimbing, menjaga, dan mendidik anak-anaknya sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap amanah yang telah Allah berikan. Di tangan kedua orangtuanya lah, seorang anak akan ditempa dan dibentuk menjadi figur generasi masa depan yang unggul sekaligus berkompeten, dalam segala kompleksitas multi dimensi yang ada, meliputi kompetensi kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Budak adalah pemimpin dalam harta majikannya dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sejalan dengan kedudukannya sebagai pendidik utama dan pertama dalam fase perkembangan anak, orangtua harus terlebih dahulu membentuk dirinya menjadi sosok pendidik rabbani, yang meletakkan asas pendidikan di bawah naungan pancaran cahaya Kitabillah dan Sunnah Nabawiyyah. Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan selalu berupaya untuk mengaplikasikan berbagai ketentuan hukum syari’at pada setiap sendi kehidupan yang ada.
Dalam rangka menuju terwujudnya realisasi visi dan misi pendidikan anak, ada beberapa point yang perlu diperhatikan para orangtua untuk bisa menjadi pendidik yang handal dan sukses, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik
Tidak dapat dielakkan lagi, bahwa salah satu aspek yang penting sebagai penunjang keberhasilan pendidikan orangtua terhadap anak-anaknya adalah karakteristik pendidik itu sendiri. Banyak kendala, hambatan dan kegagalan -qadarullah wa maa sya’a, fa’al- salah satunya disebabkan karena para orangtua belum mengerti atau bahkan belum menyadari, apa sajakah karakter yang diperlukan untuk menjadi seorang pendidik yang berdaya guna dan bermutu tinggi. Oleh karena itu, penulis ingin menguraikan sedikit tentang pribadi inti yang sudah sepantasnya dimiliki oleh para orangtua sebagai pendidik. Seorang pendidik yang baik, adalah:
Pribadi yang Menjaga Keikhlasan Niat
Sesungguhnya keikhlasan niat merupakan kunci utama untuk membuka segala pintu amal kebajikan dan dengan niat yang ikhlas inilah baru akan terpenuhi salah satu dari dua syarat diterimanya suatu amalan.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang mendapatkan seperti yang dia niatkan.” ( HR. Bukhari 1/1527 dan Muslim 1907)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu perbuatan kecuali yang diikhlaskan semata untuk mencari ridhaNya.” (HR. An-Nasa’i 2/59, sanadnya dinyatakan hasan)
Pribadi yang berilmu
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)
Di antara hal yang tidak diperselisihkan oleh siapapun adalah bahwa seorang pendidik harus memiliki pengetahuan tentang asas-asas pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam. Dia juga harus menguasai permasalahan halal dan haram, mengetahui masalah-masalah dasar akhlak dan memahami peraturan-peraturan Islam dan dasar-dasar syari’at. Karena ilmu-ilmu tersebut akan menjadikan pengajar tersebut menjadi ‘alim yang bijaksana, yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ia akan mendidik anak di atas landasan dan tuntunan syari’at. Ia akan berjalandi atas jalan perbaikan dan pendidikan dengan landasan yang kuat dari ajaran Al-Qur’an dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,, juga dari keteladanan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdan orang yang mengikuti mereka.” ( Kitab Tarbiyatul Aulad, 2/540, dikutip dari buku Etika Menjadi Ibu Guru)
Dengan bekal ilmu syar’i yang benar, diharapkan pihak orangtua dan anak sama-sama bisa mengaplikasikan ilmu tersebut dalam bentuk amalan, sebagaimana
perkataan seorang penyair,
اَلْعِلْمُ بِلاَ عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلاَ ثَمَرٍ
yang artinya, “Ilmu tanpa amalan, bagaikan pohon tanpa buah.”
Ada penggalan ucapan salah seorang ustadz yang senantiasa saya ingat, -Semoga Allah selalu memberikan perlindungan kepada Beliau- yang berbunyi,
اَلْعِلْمُ وَسِيْلَةٌ وَالعَمَلُ بِهِ غَايَةٌ
yang artinya, “Ilmu adalah sebuah media (perantara), sedangkan beramal dengan ilmu tersebut adalah puncaknya.”
Pada uraian di atas sempat disinggung sedikit tentang “ilmu syar’i yang benar”. Lalu seperti apakah indikasi ilmu syar’i yang benar itu? Ilmu syar’i yang benar adalah ilmu tentang syari’at yang timbangannya adalah Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang Allah kehendaki dalam Kitab-Nya yang Agung dan disampaikan lewat lisan Rasul-Nya yang mulia, ilmu yang selaras dengan jalan hidup serta pemahaman yang ditempuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in, dan para pengikutnya hingga akhir zaman nanti (singkat: As Salaf Ash-Shalih).
Berkenaan dengan beragamnya corak bidang keilmuan yang harus diajarkan, hendaknya para orangtua menentukan skala prioritas disiplin ilmu yang akan
diajarkan. Suatu cabang ilmu yang paling urgent dan menempati rating pertama untuk disampaikan pada anak-anak, adalah ilmu akidah yang mencakup prinsip pokok Rukun Iman yang 6. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam pengajaran ilmu tersebut, yakni cara penyampaiannya harus disesuaikan dengan tingkat berpikir dan jenjang usia anak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Sesembahan (Yang berhak disembah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (Qs. Muhammad: 19)
Sisi pendalilan dari ayat ini:
Adanya kewajiban mengilmui tauhid terlebih dahulu sebelum melakukan suatu amalan (yakni beristighfar). Dari ayat ini pula, timbul konsekuensi wajibnya mengilmui sesuatu sebelum mengamalkannya.
Mengingat akan pentingnya ilmu sebelum beramal, sampai-sampai Imam Bukhari rahimahullahu pun membuat satu bab dalam kitab Shahihnya yang berjudul
اَلْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ
yang artinya “Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan”
Pribadi yang Bertakwa dan Berakhlak Baik
Ketakwaan bersemayam di dalam dada. Dengan ketakwaan inilah hati akan terisi dengan cahaya keimanan, kemudian cahayanya akan terpancar dan terefleksikan dalam bentuk amal kebajikan.
Allah ’Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Takwa itu di sini tempatnya! Beliau katakan hal ini dengan menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila ia rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang tua berperan aktif dalam menorehkan warna pada kanvas kehidupan sang anak. Oleh karena itu, seorang pendidik haruslah mewarnai hidup anak dengan akhlak yang baik, yakni akhlak yang dicontohkan oleh qudwah (suri tauladan) kita Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Betapa banyak petuah hikmah ditinggalkan anak ketika mereka melihat kurang baiknya akhlak kita, dan betapa banyak petuah hikmah yang dilaksanakan ketika mereka melihat bagusnya akhlak kita. Mengapa? Karena anak cepat menyerap lalu meniru segala tindak tanduk kita, dan menjadikan kita sebagai panutan dalam hidup mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (Hadits hasan riwayat At-Tirmidzi 2019)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
” Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada Hari Kiamat adalah orang yangpalung baik akhlaknya.” (Hadits hasan riwayat At-Tirmidzi 2019)

Selain itu, pendidikan anak usia dini juga meliputi tahap perkembangan fisik, yaitu pelatihan koordinasi motorik kasar maupun halus; serta pengasahan kecerdasan, seperti daya pikir dan kreativitas. Dengan pendidikan usia dini, anak-anak juga akan belajar mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.
Begitu pentingnya pendidikan anak usia dini, kini semakin banyak negara di berbagai belahan dunia yang menerapkannya demi melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, bukan berarti Bunda harus mendaftarkan si kecil di sekolah yang mahal. Pendidikan dini juga bisa Bunda terapkan di rumah, asalkan Bunda memiliki waktu yang cukup dan giat mencari berbagai alternatif cara untuk menerapkan pendidikan dini bagi sang buah hati.
Langkah terpenting dalam membimbing si kecil adalah dengan mengenali potensinya terlebih dulu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Howard Gardner, setiap anak memiliki banyak bentuk kecerdasan dengan porsi yang berbeda-beda. Kecerdasan ini terdiri atas delapan jenis utama, yaitu musik, kinestetik, matematik, linguistik, spasial, natural, interpersonal, dan intrapersonal. Setelah Bunda mengenali bidang mana yang sekiranya paling dikuasai anak, Bunda pun akan bisa membantu mengoptimalkannya.



Selasa, 27 September 2011

PENDIDIKAN YANG BAIK

Salah satu masalah di negeri kita ini adalah masalah pendidikan yang tidak ditangani dengan baik. Sarana dan prasarana juga tidak merata disetiap daerah. Perhatian pemerintah dirasa masih kurang tepat untuk mencapai mutu pendidikan yang baik.
Dana duapuluh persen dari APBN  diharapkan dapat memajukan pendidikan di Indonesia. Masalah sekarang adalah, alokasi dana duapuluh persen itu mungkin tidak tersalur dengan baik. Mungkin lebih tepatnya, dana duapuluh persen itu tidak tahu mau dibuat untuk apa.
Masalah pendidikan di bangsa ini ternyata sangat kompleks. Komponen-komponen yang menunjang tercapainya pendidikan yang baik harus dengan benar untuk diperbaiki. Kesejahteraan guru menjadi salah satu perhatian pemerintah selama ini. Gaji guru pun mengalami kenaikan setiap tahunnya. Lantas, apakah mutu pendidikan menjadi lebih baik? Bukan sedang merendahkan guru, tetapi barangkali para guru pun perlu evaluasi diri tentang pengabdian diri terhadap pendidikan. Mungkin perlu evaluasi dan supervisi yang ketat terhadap guru-guru (khususnya guru PNS).
Bagaimanapun, guru menjadi perhatian khusus untuk tercapainya pendidikan yang berkualitas. Pembekalan-pembekalan guru terus dilakukan berupa pelatihan. Dana untuk pembekalan ini juga tidak sedikit, sehingga sangat disayangkan jika tidak dipergunakan dengan baik.
Sarana dan prasarana tentu juga harus diperhatikan dengan benar. Bukan sekedar ada. Ketika sarana dan prasarana sudah tersedia, tentu pengelola pendidikan harus memanfaatkannya dengan baik. Maka sangat disayangkan jika pengelola pendidikan tidak dapat menggunakan sarana yang sudah tersedia. Misalnya saja, tersedianya laboratorium, apakah pengella pendidikan (guru) sudah memanfaatkan ini dengan baik, sehingga bukan sekedar pajangan di sekolah?
Akses ke pendidikan juga sangat perlu diperhatikan. Bayangkan saja, siswa-siswi saya harus berangkat jam 5 pagi, berjalan sejauh 5 kilometer melewati pematang sawah untuk mendapat angkutan umum ke sekolah. Angkutan umum ini tentu hanya sampai ke terminal. Dari terminal butuh perjalanan 2 kilometer lagi untuk tiba disekolah. Siswa-siswi saya melakukan itu setiap hari. Dengan pakaian kumal dan rasa lelah, para siswa sering mengantuk dan tak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Yang sangat disayangkan adalah, para guru tidak memberikan pelayanan yang baik ke siswa. Bahkan ada saja guru yang hanya menyuruh seorang siswa menulis di papan tulis untuk kemudian ditulis oleh siswa lainnya dibukunya. Percuma usaha para siswa datang berlelah datang ke sekolah tetapi pelayanan guru tidak baik. Harusnya, ketika para siswa mengantuk, guru akan berusaha membuat pembelajaran yang menarik sehingga para siswa pulang membawa pelajaran yang berharga.
Kreatifitas guru dalam pembelajaran dikelas sangat dibutuhkan. Memang, banyak siswa lebih menginginkan tidak ada pelajaran disekolah. Keinginannya adalah main dan bercengkerama dengan teman-temannya. Seorang guru tentu tidak boleh mngikuti keinginan siswa ini. Maka guru perlu terus mengolah kreatifitas sehingga para siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran.
Bagi saya, peran terbesar dalam pencapaian pendidikan yang berhasil terletak pada guru. Bagian guru menjadi sangat penting. Maka perhatian besar adalah kepada guru, termasuk kesejahteraan, pembekalan, supervisi dan lain-lain.
Selamat mengabdi kepada guru-guru di Indonesia.
Jika yang baik kita lakukan, maka tentulah jerih payah kita akan menuai hasil yang baik juga.

sditalkhalifa.sditalkhalifa.blogspot.com

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
  • Infant (0-1 tahun)
  • Toddler (2-3 tahun)
  • Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
  • Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun

    baniarif2011