Minggu, 18 Desember 2011

LINGKUNGAN YANG BERMUTU

Abstract
In the Islamic school process, environment-role is affecting to the education accomplishment, either in Islamic school or not. Education field out of Islamic school such as; home-schooling and society-schooling. If these could work each other propitiously, so the result would be filled the bill by government, people, and religion. Otherwise, if Islamic education is only focused on classroom-teaching and paying no regard to society education. Thus, very hard to attain intended outcome. Furthermore, if Islamic education does not care about family setting so will occur teaching learning process-failure especially Islamic religion subject. Therefore, in the carrying out of education in Islamic school, the importance of environment setting in education needs serious consideration to figure ideal human by government, people, and religion. In order that Islamic education is not gone over.
Keyword: Enviroment, Islamic-Education


  1. A. Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari lingkungan. Lingkungan dapat berpengaruh positif kepada manusia atau sebaliknya mambawa pengaruh negatif pada pribadi manusia. Seorang ahli psikologi dari Amerika yang bernama Sartain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan (enviroment) adalah: “semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau (life processes) manusia kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (to porovide enviroment) bagi gen yang lain”(Purwanto:1996:28). Pengertian lingkungan ini menunjukkan bahwa di dalam lingkungan terdapat sejumlah faktor-faktor lain yang secara potensial sanggup mempengaruhi manusia, akan tetapi lingkungan yang aktual hanyalah faktor-faktor dalam dunia sekeliling yang benar-benar mempengaruhi manusia.
Menurut Sartain lingkungan itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya:  (1). Lingkungan alam atau luar (external enviroment), (2). Lingkungan dalam (internal enviroment) 3. Lingkungan sosial atau masyarakat (social enviroment)(Purwanto: 1996:28).
Lingkungan alam atau luar ialah sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan dan sebagainya. Sedangkan lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar atau alam akan tetapi makanan yang sudah di dalam perut, kita katakan berada antara eksternal dan internal environment, karena makanan yang sudah dalam perut itu sudah atau sedang dalam pencernaan dan peresapan dalam pembuluh-pembuluh darah. Makanan dan air yang telah berada di dalam pembuluh-pembuluh darah atau di dalam cairan limpa mereka mempengaruhi tiap-tiap sel di dalam tubuh, dan benar-benar termasuk ke dalam internal lingkungan dalam. Jadi sangat sukar menurutnya untuk menarik batas yang tegas antara “diri kita sendiri” dengan” lingkungan kita” (Purwanto: 1996:29).
Adapun yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang dapat mempengaruhi manusia lain. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga, teman-teman, kawan sekolah, sepekerjaan, dan lain sebagainya. Pengaruh yang tidak langsung yaitu: melalui radio, TV majalah, buku-buku surat kabar dan lain sebagainya (Dalyono, 2001:133).
Berbagai pembahasan mengenai pengaruh lingkungan terhadap proses pendidikan manusia maka pembahsan ini akan difokuskan pada lingkungan sosial yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam kaitannya dengan pendidikan Islam atau pendidikan anak muslim baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
  1. B. Pendidikan di Keluarga
Pada umumnya jalur pendidikan melalui keluarga menempatkan Ibu dan Bapak sebagai pendidik kodrati. Di samping itu, di dalam keluarga terkadang juga ikut serta kakek dan nenek, paman dan bibi, bahkan kakak sebagai orang dewasa yang langsung atau tidak langsung menjalankan peranan juga sebagai pendidik. Di antara keluarga itu terdapat pertalian darah, yang membuat hubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan yang erat dan didasari rasa kasih sayang serta perasaan tulus ikhlas itu, merupakan salah satu faktor utama bagi para pendidik dalam membimbing anak-anak yang belum dewasa di lingkungan keluarga masing-masing.
Hubungan keluarga dengan pertalian darah yang menimbulkan pendidikan yang didasari oleh rasa kasih sayang serta perasaan tulus ihlas itu menciptakan suasana yang sangat kondusif untuk mencetak generasi yang diharapkan. Sehingga dalam agama Islam pendidikan keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama yang sangat menunjang keberhasilan pendidikan yang ada di madrasah. Dengan demikian tugas pokok pendidikan keluarga di lingkungan umat Islam diantaranya adalah:
  1. 1.           Membantu anak-anak memahami posisi dan perannya masing-masing sesuai dengan kelaminnya, agar mampu saling menghormati dan saling tolong menolong dalam melaksanakan perbuatan baik dan di ridhoi oleh Allah Swt.
  2. 2.         Membantu anak-anak mengenal dan memahami nilai-nilai/norma-norma yang mengatur kehidupan berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat serta mampu melaksanakannya untuk memperoleh ridho Allah Swt.
  3. 3.         Mendorong anak-anak mencari Ilmu dunia dan ilmu agama, agar mampu merealisasikan dirinya (self relization) sebagai satu dari individu dan sebagai anggota masyarakat yang beriman.
  4. 4.         Membantu anak-anak memasuki kehidupan masyarakat dengan setahap demi setahap melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua dan orang dewasa lainnya, serta mampu bertanggung jawab sendiri atas sikap dan prilakunya terutama kepada Allah Swt.
  5. 5.           Membantu dan memberi kesempatan serta mendorang anak-anak mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, di dalam keluarga dan di masyarakat untuk memperoleh pengalaman sendiri secara langsung dalam upaya meningkatkan iman dan menyebarluaskan syi’ar Islam, (Nawawi;1993:185-186).
Keterangan tersebut di atas, menunjukkan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga merupakan upaya membantu anak menjadi orang dewasa yang beriman. Upaya ini dilakukan secara bertahap dalam kadar atau kualitas sesuai dengan tahapan perkembangan anak-anak. Juga setahap demi setahap sesuai dengan masa perkembangan anak-anak dari yang sederhana secara berangsur-angsur memasuki pada permasalahan yang komplek. Orang tua dan orang dewasa lainnya perlu membantu anak-anak dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam untuk menjadi orang dewasa yang beriman.
Di antara usaha yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam mendidik anak agar menjadi orang dewasa yang beriman, diantaranya adalah:
  1. Mendatangkan guru (ustadz) atau bersama-sama anak-anak lain di rumah seorang ustadz untuk belajar membaca Al-Qur’an yang harus diupayakan berlangsung efektif.
  2. Menciptaklan suasana keagamaan dalam kehidupan keluarga sehari-hari, agar anak anak merasakan nikmatnya kehidupan beriman yang akan diwujudkannya kelak.
  3. Mendorong anak-anak bergaul dengan sesama muslim dan menghindari persahabatan yang terlalu intim dengan orang kafir. Untuk mendapatkan teman-teman bergaul yang beriman, orang tua dan orang dewasa lainnya di lingkungan keluarga, perlu sesering mungkin mengajak dan menyuruh anak-anak beribadah di musholla atau di masjid. (Nawawi;1993:188-192).
Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih; ia akan menerima pengaruh dari luar lewat indera yang dimilikinya. Pengaruh yang dimaksudkan tersebut berhubungan dengan proses perkembangan intelektual, perhatian, konsentrasi, kewaspadaan, pertumbuhan aspek kognitif, dan juga perkembangan sosial. Akan tetapi, perkembangan aspek-aspek tersebut sangat dipangaruhi oleh lingkungan  anak tersebut. Di lingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak (Viantoni; 2008:1).
Usaha keluarga dalam mendidik anak memerlukan nasehat, nasehat yang ,lembut, halus,  tetapi membekas yang membuat anak menjadi baik dan tetap berahlak mulia. Dalam pendidikan, nasehat saja tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan teladan yang memungkinkan teladan itu diikuti dan diteladani. Bila tersedia suatu teladan yang baik maka nasehat akan sangat berpengaruh dalam jiwa dan akan menjadi suatu yang sangat besar dalam pendidikan rohani. Suri tauladan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang paling baik. Seorang anak harus memperoleh tauladan dari keluarga terutama orang tuanya agar ia semenjak kecil sudah menerima norma-norma Islam. Karena keluarga adalah pendidik yang menanamkan benih-benih pertama di dalam diri anak dan tingkah laku sehari-hari sangat mempengaruhi perasaan dan tingkah laku anak. Oleh karena itu, lingkungan suatu keluarga harus diciptakan dengan baik, sehingga akan tercipta suatu pembiasaan baik pula, yang akan menciptakan generasi yang merealisasikan norma-norma Islam. (Harun; 1993:334)
Keluarga juga merupakan sruktur terkecil dari masyarakat, yaitu suatu jama’ah yang berdasarkan hubungan darah. Walaupun keluarga terdiri dari individu-individu tetapi merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar. Dalam hal ini berarti untuk memenuhi proses-proses sosial secara umum harus mengerti tingkah laku keluarga. Jika tingkah laku keluarga dikenal baik maka dapat di asumsikan semua anggota keluarganya juga baik, dan sebaliknya jika keluarga itu rusak (kepala keluarga) maka dapat di asumsikan bahwa anggota keluarga yang lain juga rusak sebab kurangnya perhatian dalam segala aspek. Jadi dalam kehidupan manusia, tingkah laku atau kepribadian merupakan hal yang sangat penting sekali, sebab aspek ini akan menentukan sikap identitas diri seseorang. Baik dan buruknya seseorang itu akan terlihat dari tingkah laku atau kepribadian yang dimilikinya. Oleh karena itu, perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian ini sangat tergantung kepada baik atau tidaknya proses pendidikan yang di tempuh, baik dalam lingkungan sekolah, masyarakat apalagi dalam pendidikan keluarga (Viantoni; 2008:1).
Situasi keluarga cendrung pada kestabilan keluarga yang meliputi jumlah anak dalam keluarga, urutan anak dalam keluarga, sering pindah tempat tinggal, apakah pekerjaan ayahnya, tingkat pendidikan orang tua dan lain sebagainya yang banyak mempengaruhi tingkah laku anak khususnya dalam hal belajar. Keberhasilan anak belajar di kelas tergantung pada bagaimana situasi keluarga itu membantu proses belajarnya. Jika proses pembelajaran di madrasah tidak di bimbing dan di arahkan dalam lingkungan keluarga dengan baik, maka yang terjadi adalah proses pendidikan yang bertepuk sebelah tangan. Seperti di sekolah diajarkan oleh guru mata pelajaran fiqih bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, dan hal ini sudah dicontohkan oleh guru dan semua yang ada di madrasah dengan baik akan tetapi ketika anak pulang dari madrasah masuk dalam lingkungan keluarga bertemu dengan ibu, nenek, kakak akan tetapi mereka tidak memberi tauladan yang baik ketika keluar rumah (tidak pernah berjilbab) maka proses pendidikan di madrasah hanya sebatas pengetahuan saja dan tidak membekas terhadap pribadi seorang anak, sehingga proses pendidikan belum berhasil. Oleh karena itu, kerjasama antara pihak madrasah dan keluarga sangatlah penting dalam rangka membentuk generasi yang berkualitas serta beriman dan bertaqwa kepada Allah swt
  1. C. Pendidikan di Madrasah
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) mulai dahulu sudah di jelaskan yaitu; No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 bahwa jalur pendidikan  sekolah/madrasah adalah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah/madrasah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (UU RI No.2 Th 1989;1992:5).
Diselenggarakannya madrasah/sekolah disebabkan oleh perkembangan dan kemajuan masyarakat yang pesat, sehingga menimbulkan spesialisasi yang meluas. Kondisi masyarakat tersebut menuntut anak-anak untuk mempersiapkan diri secara baik, agar dapat memasuki kehidupan masyarakat dengan berbagai spesialisasi lapangan kerja, yang memerlukan pengetahuan, ketarampilan dan keahlian kerja yang paling sederhana sampai yang bersifat profesional.
Dalam keadaan seperti itu, ternyata ayah dan ibu atau keluarga tidak mampu lagi memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kemajuan masyarakat. Orang tua atau keluarga memerlukan bantuan orang lain dalam upaya mendidik anak-anak, dengan cara bersama-sama menitipkan pada lembaga pendidikan. Kegiatan menyelengarakan lembaga itu adalah salah satu usaha manusia dalam upaya saling tolong menolong dalam kebaikan. Kegiatan pendidikan di lembaga tersebut diselengarakan secara teratur sehingga disebut lembaga pendidikan formal. Dengan kata lain madrasah merupakan lembaga pendidikan formal, karena kegiatannya diselengarakan secara sengaja, berencana, dan sistematis, dalam rangka membantu anak-anak mengembangkan potensinya, agar mampu menjalankan tugasnya sebagai kholifah dimuka bumi. Penyelenggaraan madrasah juga secara berjenjang, dimaksudkan untuk membantu anak-anak mewujudkan kedewasaannya masing-masing secara bertahap.
Keberhasilan suatu jenjang pendidikan formal, akan menjadi dukungan bagi keberhasilan jenjang berikutnya. sehingga secara keseluruhan mampu mewujudkan orang dewasa yang memiliki kepribadian seutuhnya. Dengan  demikian fungsi madrasah/sekolah sebagai lembaga formal diantaranya adalah:
  1. Membantu mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, budi pekerti yang luhur, ketrampilan dan keahlian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nafkah hidupnya masing-masing.
  2. Membantu mempersiapkan anak-anak agar manjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang memecahkan masalahnya sebagai individu dan mungkin pula masalah bersama atau masalah masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian berarti sekolah harus mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan kemampuan berfikir anak.
  3. Sekolah berfungsi juga dalam meletakkan dasar-dasar hubungan sosial yang haronis dan manusiawi, agar anak mampu mewujudkan realisasi dirinya (self Realization) secara bersama-sama di dalam masyarakat yang dilindungi Allah Swt.
  4. Membantu anak-anak menjadi mukmin, muslim, dan muttaqin sesuai dengan tingkat perkembangan dan potensinya masing-masing.(Nawawi; 1993:195)
Salah satu fungsi pendidikan adalah memanusiakan manusia dalam rangka mewujudkan budayanya. Manusia diciptakan dalam keadaan fitrah (Al-Qur’an). Fitrah dalam Al-Qur’an pada dasarnya memiliki arti potensi yaitu kesiapan manusia untuk menerima kondisi di sekelilingnya dan mampu menghadapi tantangan serta mempertahankan untuk “survive” dengan tetap berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-sunnah. Upaya untuk melestarikan potensi manusia adalah menciptakan kebudayaan yang sesuai dengan kondisi sekarang dan masa mendatang. Pendidikan memiliki fungsi strategis dalam menjadikan manusia yang mampu mengembangkan potensinya. Istilah potensi yang kemudian seringkali dikemas dengan istilah sumberdaya manusia yang dijadikan dalam tema-tema pembangunan sekarang adalah muncul karena peranan lembaga-lembaga yang termasuk belum sepenuhnya mampu membangun potensi manusia sebagai subyek pembangunan (Isomuddin; 1996:11).
Nilai-nilai pendidikan yang diberikan kepada anak di madrasah diantaranya yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian yang mulia serta fikiran yang cerdas sehingga nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat sesuai dengan tuntutan dan tata laku masyarakat yang berlaku dan seiring dengan tujuan pendidikan.
Madrasah tiada lain merupakan gambaran makro bagi rumah tangga, karena disana anak mendapatkan kawan bergaul dan mendapatkan guru selaku orang tua yang memberi motivasi dan tuntunan, bersikap lemah lembut dan kasih sayang. Guru selalu menasehati setiap saat tentang apa yang memberikan manfaat dan yang mendantangkan mudharot, mengarahkan anak-anak ke jalan yang lurus (baik), menjelaskan apa yang terasa sulit dan menjawab segala permasalahan yang diajukan oleh anak-anak. Di samping itu guru sebagai pembimbing dan penasehat apabila anak bersalah, memberi peringatan dan mendorong anak lebih maju, berusaha dan bekerja dengan ulet untuk menunaikan kewajiban, sabar dan percaya pada diri sendiri serta bersikap amanah dan ikhlas. Itulah sebabnya madrasah  itu bisa dikatakan sebagai pengganti orang tua (Djumransyah; 1991:81).
Tugas dan tanggung jawab madrasah yang dikendalikan oleh kepala madrasah dan guru bukanlah hanya mendidik kemampuan membaca, menulis, berhitung dan sebagainya tetapi lebih dari pada itu, yakni menanamkan sikap individu dan nilai-nilai pendidikan lainnya yang sesuai dengan tuntutan agama dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan John Deway yang di kutip oleh  Syohih mengatakan bahwa “Anak didik tidak hanya disiapkan agar siap bekerja, tapi juga bisa menjalani hidupnya secara nyata sampai mati. Anak didik haruslah berpikir dan pikirannya itu dapat berfungsi dalam hidup sehari-hari.”(Syohih; 2008:2).
Madrasah tidak akan mampu berbuat apa-apa sesuai dengan yang diharapkan oleh bangsa dan negara, kecuali telah adanya sarana dan guru yang cukup memadai yakni mempunyai kemampuan, kemauan dan bakat untuk mendidik dan mengajar sehingga terpenuhi tuntutan keluarga dan masyarakat terutama ahklak yang terpuji dalam kehidupan lingkungan keluarga dan masyarakat. Atas dasar  rasa tanggung jawab yang harus dilaksanakan seorang guru, maka guru dituntut memilki kepribadian yang dapat dijadikan contoh tauladan oleh anak-anak di madrasah. Adapun sifat-sifat kepribadian yang dituntut bagi seorang guru, terutama guru di madrasah antara lain:
  1. Zuhud (tidak mengutamakan materi) dan mengajar karena mencari keridhoan Allah Swt.
  2. Guru yang suci (jasmani dan rohani).
  3. Ikhlas dalam perbuatan atau pekerjaan.
  4. Mempunyai sifat pemaaf.
  5. Mempunyai sifat-sifat kemulyaan dan kewibawaan (pantas disegani dan dihormati).
  6. Sebagai seorang guru harus mengetahui tabiat murid.
  7. Seorang guru harus menguasai materi pelajaran serta senantiasa memperdalam pengetahuannya tentang itu, (Djumransyah; 1991:83).
Penjelasan di atas, sudah selayaknya untuk direalisasikan dalam lingkungan madrasah agar dapat mempengaruhi sikap dan cara anak-anak didik dalam menghadapi kewajiban studinya sehari-hari, sehingga mereka nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
D. Pendidikan di Masyarakat
Sebagai salah satu usaha masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan adalah adanya prilaku atau tindakan masyarakat dalam memerangi perkara-perkara yang bersifat negatif yang terjadi dalam lingkungannya. Hal ini sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. kepada manusia untuk secara bersama-sama memerangi adanya kemungkaran. sebagai mana diisyaratkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al Imron ayat 104 yang artinya: “ Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung”.
Adanya isyarat ayat di atas secara langsung memberi sinyal kepada segolongan ummat (masyarakat) untuk secara bersama-sama menghapus segala perbuatan kemungkaran yang terjadi dalan lingkungannya, baik dalam lingkungan mikro maupun makro yaitu dalam sebuah tatanan masyarakat dan negara. Seperti yang terjadi pada zaman Rosullullah saw. yang menjadikan masyarakatnya sebagai sarana membina seseorang (anak-anak).
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa seseorang telah berkata kepada Rosulullah saw. ya Rosulullah tetanggaku menyakitiku, Rosulullah saw bersabda: pulanglah lalu bawalah barang-barangmu ke jalan. Kemudian orang itupun pulang dan mengeluarkan barang-barangnya kejalan sehingga masyarakatpun mengerumuninya, seraya bertanya tanya apa perasaanmu, orang itu menjawab tetanggaku menyakitiku. Kemudian aku ceritakan kepada Rosulullah saw. sehingga akhirnya beliau menyuruhku untuk pulang dan membawa barang-barang kejalan, mendengar itu masyarakatpun berkata ya Allah laknatlah tentangga itu, ya Allah laknatlah dia. Peristiwa itu terdengar oleh tatangga yang manyakiti lalu ia pergi menemui tetanganya dan berkata pulanglah kerumahmu. Demi Allah , aku tidak akan menyakitimu . Riwayat tersebut mengisyaratkan bahwa kritik sosial yang pedas merupakan salah satu alternatif membina masyarakat Islam (An Nahlawi; 1995:178).
Selain model pendidikan masyarakat di atas masih banyak model-model tindakan yang dilakukan masyarakat dalam usaha pendidikan moral yang berada dalam lingkungannya. seperti adanya pengisolasian, pemboikotan, pemutusan hubungan kemasyarakatan yang semuanya ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berupaya meraih keridhoan Allah swt. (An Nahlawi; 1995:179).
Uraian tersebut di atas rasanya belum cukup jika hanya mengandalkan prilaku masyarakat muslim dalam membina dan mendidik anggotanya untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar syariah dan juga merasakan ketentraman masyarakat sekitar. Oleh karena itu usaha-usaha lain yang di lakukan masyarakat dalam membina anak–anak atau generasi muda untuk menjadi generasi yang berkualitas baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan.
Usaha-usaha tersebut sengaja dilakukan agar anggota masyarakat selain mendapatkan pendidikan formal yang diselengarakan oleh pemerintah juga mendapatkan pendidikan non formal yang deselenggarakan oleh masyarakat. Dijalur pendidikan non formal ini terdapat kegiatan pendidikan yang di programkan terutama kegiatan yang berupa kursus-kursus baik di bidang umum maupun dalam bidang keagamaan. Dibidang umum terlihat adanya pembinanan dalam masyarakat yang berupa kepramukaan sanggar-sanggar seni, karang taruna dan lain-lain. Sedangkan dibidang agama kegiatan kegiatan yang diselenggarakan biasanya terpusat di surau-surau atau di masjid-masjid dan lain-lain, yang semuanya diselenggarakan dalam rangka pembinaan umat. (Nawawi: 1993:204)
Penjelasan tentang pentingnya lingkungan dalam proses pendidikan anak ini menjadikan perhatian bagi beberapa pengamat pendidikan untuk lebih serius memperhatikan lingkangan pendidikan baik lingkungan pendidikan di madrasah/sekolah di keluarga maupun di masyarakat. Hal ini di lakukan dalam usaha membina anak-anak/generasi yang berkualitas serta menciptakan kondisi masyarakat yang harmonis, serta diridhoi oleh Allah swt
  1. E. Penutup
Uraian di atas menggambarkan bahwa lingkungan keluarga muslim adalah salah satu benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktifitasnya pada pembentukan keluarga sesuai dengan syari’at Islam. Karena keluarga tidak mampu memberikan pendidikan anak-anaknya sesuai dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka keluarga membutuhkan orang lain dalam upaya mendidik anak-anak diserahkan kepada pendidikan formal (madrasah) untuk dididik dalam rangka membantu anak-anak mengembangkan potensinya.
Begitu juga lingkungan masyarakat memiliki peran terhadap perkembangan anak-anak dalam mencapai kedewasaannya, khususnya menunjang pembentukan pribadinya  menjadi umat Islam yang bertaqwa. Lingkungan masyarakat yang baik akan menciptakan generasi yang baik pula dan sebaliknya lingkungan masyarakat yang buruk akan membawa dampak dan pengaruh yang buruk pada anak dalam mencapai kedewasaannya. Sehingga perhatian terhadap lingkungan pendidikan baik pendidikan di keluarga, madrasah/sekolah dan masyarakat menjadi sangat penting dalam rangka menciptakan generasi yang sesuai dengan tuntutan dan harapan bangsa negara dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar